Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK) : Masyarakat Jabodetabek Dirugikan 1,4 T Akibat Bansos Salah Sasaran Saat Pilpres

By Admin


nusakini.com - Jakarta, 19 April 2024. Pilpres 2024 menyisakan banyak pekerjaan rumah. Setumpuk pelanggaran etik sejak pendaftaran capres-cawapres dibuka. Mulai dari kontroversinya keputusan Mahkamah Konstitusi no. 90/PUU-XXI/2023, hingga pelanggaran-pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu (KPU). 

Pelaksanaan pemilu juga tidak lepas dari kontroversi. Mulai dari dugaan kecurangan TSM (terstruktur, sistematis dan masif), hingga dugaan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang memenangkan pasangan calon tertentu dari penyelenggara negara. 

Menyoroti dugaan berbagai kecurangan, Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK) melayangkan class action kepada penyelenggara negara berkaitan dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) saat masa pemilu. 

Menurut Danang Girindrawardana, Koordinator MPK, penyaluran bansos saat masa pemilu merugikan 40jutaan masyarakat jabodetabek senilai Rp 1,4T. Ini disebabkan dari bansos yang didistribusikan dengan waktu dan tempat yang tidak tepat, sehingga terjadi kelangkaan bahan pangan khususnya beras yang menyebabkan harga beras ditingkat pedagang grosir meningkat dari Oktober 2023 hingga Februari 2024.

Lebih lanjut Danang menerangkan, bansos yang didistribusikan saat masa pemilu disalurkan pada daerah-daerah yang diduga hanya berkenaan dengan efek elektoral. Tidak berdasarkan kebutuhan dampak badai elnino sebagaimana yang pemerintah jelaskan. "Jika alasannya karena badai el Nino, seharusnya pendistribusian bansos menyebar ke daerah-daerah rawan pangan di seluruh Indonesia. Bukan hanya daerah yang jumlah pemilihnya besar. Ini menguatkan dugaan, bahwa bansos karena badai elnino hanya alasan yang dibuat-buat", jelas Danang. 

Lebih jauh, Jimmy Stevanius Mboe, SH, kuasa hukum dari MPK menyampaikan, gugatan class action ini ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia yang kami diduga melakukan perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang dalam kaitannya kebijakan penyalutan bantuan sosial yang salah tempat dan salah waktu. Dari dugaan ini, menurut perhitungan kami, masyarakat Jabodetabek mengalami kerugian sebesar Rp1,4T. 

Jimmy menambahkan bahwa perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kekuasaan inilah yang kami gugat melalui class action, khususnya dalam hal penyaluran bansos yang tidak tetap sasaran. Baik dari segi penerima maupun dari sisi waktu pendistribusiannya. 

"Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seharusnya peka untuk tidak menggunakan kekuasaannya dalam penyaluran bansos dalam masa pemilu. Bansos yang dipaksakan penyalurannya, menyebabkan kelangkaan beras pada medio Oktober 2023 hingga Februari 2024. Kelangkaan ini menyebabkan harga beras di tingkat konsumen mengalami kenaikan sebesar Rp2.500an. Dan jika kita hitung, kerugian materiil dari para penggugat adalah sebesar: Jumlah penduduk Jabodetabek pada bulan Desember 2023 dikali jumlah Konsumsi beras per orang per hari dikali rentang waktu terjadi distribusi (Desember 2023 - Februari 2024) dikali kenaikan harga beras pada periode tersebut. (28.000.000,- jiwa x 0,22 Kg x 91 hari x Rp. 2.505,- = Rp.1.404.202.800.000,- (satu trilyun empat ratus empat milyar dua darur dua juta delapan ratus ribu rupiah)) 

"Dari kerugian itu, mewakili klien kami, kami menuntut Presiden Republik Indonesia untuk mengganti rugi immaterial sebesar Rp10.000, - (sepuluh ribu rupiah) dan meminta maaf secara terbuka kepada seluruh rakyat Indonesia". Kami juga menuntut agar pengadilan Jakarta Pusat meletakan sita jaminan atas Istana Negara", tutup Jimmy. (*)